MENGGENGGAM ADAT MESKI SEKEPAL TANGAN
(Studi Antropologi Politik Masyarakat Adat Kaili)
Tiga masalah yang
berhubungan dengan masyarakat adat To (orang) Kaili ketika UU otonomi daerah
tak lagi punya pengaruh terhadap kebudayaan mereka. Tiga masalah tersebut
adalah bagaimana masyarakat adat Kaili menginternalisasikan dan
mentransformasikan aspek-aspek kelembagaan budaya lokal untuk diperankan dalam
kehidupan sehari-hari maupun organisasi kemasyarakatan yang ada? Bagaimana
posisi dan peran lembaga adat menurut perspektif masyarakat adat dulu, kini,
dan prospeknya kemudian? Dan bagaimana perspektif pemerintah daerah, organisasi
non-Pemerintah (ornop/ormas), dan elite politik daerah mengenai urgensi
revitalisasi budaya lokal dalam era desentralisasi?
Masyarakat adat
Kaili telah melakukan revitalisasi terhadap tradisi budaya mereka bersama
dengan berbagai komponen, seperti DPRD, Pemerintah Daerah dan Pusat, LSM/Ornop,
organisasi adat, individu-individu yang peduli, budayawan, sosiolog dan
sebagainya. Mereka melepaskan kepentingan dan latar belakang profesi
masing-masing lalu bergandengan tangan menjalankan titah leluhur yang
berpatokan bahwa “adat itu meski hanya sekepal tangan, tetapi jika dibuka
akan menyinari duniaâ€. Pemahaman ini membuat mereka
yakin bahwa UU otonomi daerah tidak menjamin kebudayaan lokal akan hidup dengan
layak. Masyarakat adat di daerah harus mengupayakan sendiri agar kebudayaannya
bertahan, meski dengan segala kesulitan menghadang. Di sisi lain, negara dapat
dikatakan terancam gagal
melindungi masyarakat adat. Dan masyarakat adat Kaili sebenarnya telah
membuktikan bahwa mereka masih bisa hidup meski tanpa bantuan negara.
0 komentar:
Posting Komentar