Penjelasan Lengkap Ilmu Syari'at, Tarekat, Hakikat dan Makrifat
Author: Moh Takdir Tembandjobu / Label: CatatankuPengertian, sejarah dan macam-macam Tarekat
Author: Moh Takdir Tembandjobu / Label: Sejarah
Pengertian, sejarah dan macam-macam Tarekat
Manusia mempunyai dua alat untuk
mengetahui, yaitu akal dan kalbu. Akal merupakan alat untuk berpikir secara
rasional melalui pengamatan dan penelitian indera terhadap objek-objek yang
bersifat material. Kalbu tidak ada kaitannya dengan panca indera ia langsung
memperoleh pengetahuannya dari sumber pertamanya, Tuhan. Dalam sejarah Islam,
kedua alat tersebut telah dikembangkan, akal dikembangkan oleh kaum tiolog,
kaum pilosof dan kaum mufassirin, sedangkan kalbu oleh kaum sufi sejak abad
ke-8 M; yang selanjutnya berkembang menjadi organisasi kaum sufi di abad ke-12
M, bertujuan melestarikan ajaran-ajaran sufi besar tentang pendekatan diri
kepada Tuhan. Tarekat ini muncul setelah Al-Ghazali menghalalkan tasawuf yang
semula dianggap sesat. Berikut beberapa penjelasan singkat tentang pengertian,
sejarah dan macam-macam tarekat.
A. Pengertian tarekat
Secara etimologis pengertian tarekat
berasal dari bahasa Arab, thariqah, yang berarti jalan, jalan kecil atau gang.
Secara terminologis, tarekat adalah jalan yang harus ditempuholeh setiap kaum
sufi untuk mencapai tujuannya, mendekatkan diri kepada Tuhan sedakat-dekatnya,
istilah ini dipakai sampai abad ke-11 M, digunakan untuk menunjukkan suatu
metode psikologi moral dalam membimbing seseorang untuk mengenal Tuhan. Dalam
perkembangan selanjutnya, tarekat menjadi organisasi keagamaan kaum sufi dengan
jumlahnya banyak dan nama yang berbeda-beda. Tarekat ini tersebar ke Asia
Tenggara, Asia Tengah, Afrika Timur, Afrika Utara, India, Iran dan Turki.
Walaupun tarekat ini berbeda-beda, dalam realitas mengarah kepada tujuan yang
sama, yaitu berada sedekat mungkin dengan Tuhan. Semuanya bercorak moral; hidup
zuhud, jujur, sabar, khusyuk; cinta, tawakal, dan sebagainya seperti yang
diserukan Islam. Perbedaan itu hanya terdapat dalam aturan-aturan praktis saja.
Tarekat yang tersebar ke seluruh penjuru dunia telah memainkan peranan penting
dalam bidang agama, social, budaya dan politik. Dengan demikian, antara tasawuf
dan tarekat sebenarnya sama; tarekat merupakan kelanjutan dari tasawuf. Secara
praktis tasawuf dilakukan secara perorangan, terutama oleh orang-orang suci
(sufi), termasuk para wali; sedangkan tarekat dilakukan secara kolektif,
membentuk sebuah organisasi yang melestarikan ajaran-ajaran kaum sufi yang
menjadi syekh (guru)nya. Tarekat memakai tempat sebagai pusat kegiatan mereka
yang disebut ribath zawiyah, hanggkah (Persia), pakir (Turki).
B. Sejarah tarekat
Sebagaimana telah disinggung di
muka, tarekat merupakan kelanjutan dari tasawuf. Sebagai halnya kaum sufi, para
penganut tarekat bertujuan mendekatkan diri kepada Tuhan melalui
tahapan-tahapan yang disebut maqam. Ajaran tasawuf yang pada mulanya diamalkan
oleh sufi bersangkutan, selanjutnya disampaikan kepada orang lain secara
perorangan ataupun secara kelompok. Dengan demikian, timbul di kalangan umat
Islam kumpulan-kumpulan sufi dengan sufi tertentu sebagai guru, syekh, mursyid
(yang mempunyai keramat) dengan murid-murid tertentu pula. Tempat pembinaan
murid mulanya dipusatkan di rumah syekh, tetapi setelah anggotanya
bertambahbanyak, segera bermunculan ribath dan zawiyyah sebagai perkampungan
khusus untuk pendidikan murid. Sufi besar (syekh) yang mempunyai keramat
senantiasa didatangi oleh muridnya. Anggota tarekat terdiri dari dua kelompok,
yaitu murid dan pengikut awam. Murid adalah pengikut yang tinggal di dalam
ribath dan memutuskan perhatian kepada ibadahnya. Pengikut awam adalah mereka
yang tinggal di luar ribath serta tetap bekerja dengan pekerjaan mereka setiap
hari. Tetapi, pada waktu-waktu tertentu mereka juga ikut berkumpul untuk
menjalani latihan spiritual para murid . Murid yang dipandang oleh syekh telah
berhasil mencapai tingkat tertinggi akan memperoleh ijazah (pengakuan untuk
menjadi guru tarekat). Pemegang ijazah keluar dari ribath. Selanjutnya ia
mengadakan dan memimpin ribath yang serupa atau dimodifikasi seperlunya
ditempat lain. Demikianlah sebuah tarekat dengan ribathnya yang berdiri di
suatu tempat dapat meluas ke berbagai wilayah di dunia Islam, seperti ke Irak,
Afrika Utara, Turki, India, bahkan Indonesia. Pada perkembangan selanjutnya,
setelah sufi-sufi besar meninggal dunia, para muridnya yang tersebar luas itu
bertekad melestarikan ajaran-ajaran syekh mereka. Maka pada abad ke-12 M,
terbentuklah organisasi-organisasi sufi dengan pengikutnya masing-masing.
Dengan demikian, tarekat tidak mengandung arti metode atau jalan, tetapi
organisasi atau kesatuan jamaah sufi dengan pengikutnya.
C. Macam-macam tarekat
Seperti halnya dalam teologi dan
fikih, dalam tarekat pun terdapat banyak aliran. Dalam The Encylopedia of Islam
disebutkan tarekat lebih dari 200 aliran. Cabang-cabang tarekat terbentuk di
berbagai tempat tidak semuanya menghubungkan tarekatnya kepada nama tokoh
pendiri pertama, tetapi kepada syekh pendiri cabang itu sendiri. Itulah
sebabnya nama-nama tarekat banyak macamnya. Di samping itu, banyaknya guru
tarekat yang mengembangkan ajaran tarekatnya masing-masing ikut menambah
koleksi nama-nama tarekat. Pengembangan itu bukan pada aspek ibadah mahdhah,
tetapi pada aspek riyadhah (latihan) yang berbeda. Adapun beberapa macam
tarekat yang muncul di abad ke-12 M, di antaranya sebagai berikut:
1. Tarekat Ghazaliah
Tarekat ini dinisbahkan kepada
pendirinya, Abu Hamid Al-Ghazali (w. 505 H.) yang menulis Ihya’ ‘Ulum al-Din.
Dia memberikan pedoman tasawuf secara praktis, yang kemudian diikuti oleh tokoh
sufi berikutnya seperti ‘Abd Al-Qadir Al-Jailani dan Ahmad bin Rifa’i. dengan
tarekatnya ia telah sampai kepada ma’rifat.
2. Tarekat Qadariah
Tarekat ini dinisbahkan kepada
pendirinya, ‘Abd Al-Qadir Al-Jailani, lahir di Jailan (470 H) dan meninggal di
Irak (561 H). Tarekatnya dikembangkan oleh para muridnya ke Yaman, Mesir,
India, Turki, Afrika, Sudan, Cina sampai ke Indonesia.
3. Tarekat Rifa’iah
Tarekat ini dinisbahkan kepada
pendirinya, Ahmad Rifa’i, berasal dari kabilah Arab, banu Rifa’ah. Ia lahir di
Irak tahun 1106 M dan meninggal tahun 1182 M. tarekat ini tersebar luas ke
Mesir dan Irak. Rifa’i dikenal sebagai sufi “yang meraung” , karena dalam
zikirnya ia bersuara nyaring, meraung-raung.
4. Tarekat Suhrawardiah
Tarekat ini didirikan oleh Abu
Al-Najib Al-Syuhrawardi (1097-1168 M). Karyanya berjudul Adab Al-Muridin.
Tarekat ini kemudian dikembangkan oleh anak saudaranya, Syihab al-Din Abu Hash
al-Baghdadiy (1145-1234 M) ia menyusun kitab Awarif Al-Ma’arif yang berisi
aturan-aturan tarekat.
5. Tarekat Syadziliah
Tarekat ini didirikan oleh Nur
Al-Din Ahmad bin ‘Abd Allah Al- Syadzili (1196-1258 M) dari Maroko. Pengikutnya
tersebar ke Mesir, Afrika Utara, Afrika Barat, Andalusia, Siria dan Indonesia.
Berbeda dengan sufi-sufi lainnya, Al-Syadzali tidak menekan perlunya tapa
(bersemedi) dan tidak menganjurkan bentuk zikir tertentu yang disuarakan dengan
lantang.
6. Tarekat Naqsabandiah
Tarekat ini didirikan oleh
Muhammad ibn Muhammad Baha’ Al-Din Al-Naqsabani (1317-1389 M). tarekat ini
tersebar ke Turki, India, Cina dan Indonesia. Selain tarekat-tarekat yang telah
disebutkan di atas, sebenarnya masih banyak tarekat yang berkembang di dunia
Islam, khususnya yang berkembang pada abad ke-13 M.
Sumber : https://ilmu-tarekat.blogspot.com/2020/06/pengertian-sejarah-dan-macam-macam.html
Lahirnya tarekat Qadiriyah
Wa Naqsabandiyah, dua tarekat yang disatukan oleh Syaikh Ahmad Khatib As-Sambasy
dari berbagai pengaruh budaya yang mencoba memasuki relung hati bangsa
Indonesia, kiranya Islam sebagai agama wahyu berhasil memberikan bentukan jati
diri yang mendasar. Islam berhasil tetap eksis di tengah keberadaan dan dapat
dijadikan symbol kesatuan. Berbagai agama lainnya hanya mendapatkan tempat
disebagian kecil rakyat Indonesia. Keberadaan Islam di hati rakyat Indonesia
dihantarkan dengan penuh kelembutan oleh para sufi melalui kelembagaan
tarekatnya, yang diterima oleh rakyat sebagai ajaran baru yang sejalan dengan
tuntutan nuraninya
Pokok-pokok ajaran Thoriqoh
Naqsabandiyah:
- Berpegang teguh dengan
akidah ahli Sunnah
- Meninggalkan Rukhshah
- Memilih hukum yang azimah
- Senantiasa dalam muraqabah
- Tetap berhadapan dengan
Tuhan
- Senantiasa berpaling dari
kemegahan dunia.
- Berpakaian dengan pakaian
orang mukmin biasa.
- Zikir tanpa suara
- Mengatur nafas tanpa lali
dari Allah
- Berakhlak dengan akhlak
Nabi Muhammad SAW
Ada enam dasar yang dipakai
sebagai pegangan untuk mencapai tujuan dalam Thorikoh ini, yaitu:
- Tobat
- Uzla (Mengasingkan diri dari masyarakat
ramai yang dianggapnya telah mengingkari ajaran-ajaran Allah dan beragam
kemaksiatan, sebab ia tidak mampu memperbaikinya)
- Zuhud (Memanfaatkan dunia
untuk keperluan hidup seperlunya saja)
- Taqwa
- Qanaah (Menerima dengan
senang hati segala sesuatu yang dianugerahkan oleh Allah SWT)
- Taslim (Kepatuhan batiniah
akan keyakinan qalbu hanya pada Allah)
Hukum yang dijadikan
pegangan dalam Thoriqoh Naqsabandiyah ini juga ada enam, yaitu:
- Zikir
- Meninggalkan hawa nafsu
- Meninggalkan kesenangan
duniawi
- Melaksanakan segenap
ajaran agama dengan sungguh-sungguh
- Senantiasa berbuat baik
(ihsan) kepada makhluk Allah SWT
- Mengerjakan amal kebaikan
Syarat-syarat untuk menjadi
pengikutnya :
- I’tiqad yang benar
- Menjalankan sunnah
Rasulullah
- Menjauhkan diri dari nafsu
dan sifat-sifat yang tercela
- Taubat yang benar
- Menolak kezaliman
- Menunaikan segala hak
orang
- Mengerjakan amal dengan
syariat yang benar
Sejarah tarekat di Indonesia
dimulai bersamaan dengan masuknya ajaran agama Islam ke bumi Nusantara. Kala
itu, sebagian besar ulama yang datang ke Nusantara diyakini telah mengajarkan
agama Islam dengan kapasitas mereka sebagai guru-guru sufi. Adapun tarekat
diketahui kali pertama berkembang di Indonesia sekitar pada abad ke-16 Masehi.
Ada sekitar 45 tarekat yang
berkembang di dunia. Sebagian besar tarekat masih ada hingga kini, tetapi ada
juga beberapa yang telah punah. Adapun di Indonesia, tarekat dikelompokkan
menjadi dua, yakni thariqah mu'tabarah (tarekat yang sah karena sanad muttashil
atau memiliki silsilah yang terhubung hingga kepada Nabi Muhammad) dan thariqah
ghairu mu'tabarah (tidak sah karena silsilahnya terputus).
Aliran-aliran tarekat yang berkembang
di bumi Nusantara kala itu meliputi Tarekat Qadiriyyah, Tarekat Syatariyyah,
Tarekat Naqsabandiyyah, Tarekat Khalwatiyah, Tarekat Samaniyah, hingga Tarekat
Alawiyah.
Lahirnya tarekat Qadiriyah
Wa Naqsabandiyah, dua tarekat yang disatukan oleh Syaikh Ahmad Khatib
As-Sambasy dari berbagai pengaruh budaya yang mencoba memasuki relung hati
bangsa Indonesia, kiranya Islam sebagai agama wahyu berhasil memberikan
bentukan jati diri yang mendasar. Islam berhasil tetap eksis di tengah
keberadaan dan dapat dijadikan symbol kesatuan. Berbagai agama lainnya hanya
mendapatkan tempat disebagian kecil rakyat Indonesia. Keberadaan Islam di hati
rakyat Indonesia dihantarkan dengan penuh kelembutan oleh para sufi melalui
kelembagaan tarekatnya, yang diterima oleh rakyat sebagai ajaran baru yang
sejalan dengan tuntutan nuraninya.
Sumber : https://joelbuloh.blogspot.com/2020/11/macam-macam-tarekat-di-indonesia-dan_16.html
MENGGENGGAM ADAT MESKI SEKEPAL TANGAN
Author: Moh Takdir Tembandjobu /
MENGGENGGAM ADAT MESKI SEKEPAL TANGAN
(Studi Antropologi Politik Masyarakat Adat Kaili)
Tiga masalah yang
berhubungan dengan masyarakat adat To (orang) Kaili ketika UU otonomi daerah
tak lagi punya pengaruh terhadap kebudayaan mereka. Tiga masalah tersebut
adalah bagaimana masyarakat adat Kaili menginternalisasikan dan
mentransformasikan aspek-aspek kelembagaan budaya lokal untuk diperankan dalam
kehidupan sehari-hari maupun organisasi kemasyarakatan yang ada? Bagaimana
posisi dan peran lembaga adat menurut perspektif masyarakat adat dulu, kini,
dan prospeknya kemudian? Dan bagaimana perspektif pemerintah daerah, organisasi
non-Pemerintah (ornop/ormas), dan elite politik daerah mengenai urgensi
revitalisasi budaya lokal dalam era desentralisasi?
Masyarakat adat
Kaili telah melakukan revitalisasi terhadap tradisi budaya mereka bersama
dengan berbagai komponen, seperti DPRD, Pemerintah Daerah dan Pusat, LSM/Ornop,
organisasi adat, individu-individu yang peduli, budayawan, sosiolog dan
sebagainya. Mereka melepaskan kepentingan dan latar belakang profesi
masing-masing lalu bergandengan tangan menjalankan titah leluhur yang
berpatokan bahwa “adat itu meski hanya sekepal tangan, tetapi jika dibuka
akan menyinari duniaâ€. Pemahaman ini membuat mereka
yakin bahwa UU otonomi daerah tidak menjamin kebudayaan lokal akan hidup dengan
layak. Masyarakat adat di daerah harus mengupayakan sendiri agar kebudayaannya
bertahan, meski dengan segala kesulitan menghadang. Di sisi lain, negara dapat
dikatakan terancam gagal
melindungi masyarakat adat. Dan masyarakat adat Kaili sebenarnya telah
membuktikan bahwa mereka masih bisa hidup meski tanpa bantuan negara.
PANGISANI
Author: Moh Takdir Tembandjobu / Label: Tesa PetevaiPangisani (Bahasa Kaili Ledo), adalah Ilmu. Semua jenis Ilmu dinamakan Pangisani dalam Bahasa Kaili Ledo. Pangisani adalah merupakan suatu pegangan hidup pada masa masyarakat suku Kaili di zaman dahulu. Di zaman Suku Kaili sudah mengenal peradaban, maka saat itulah masyarakat memahami Adat atau dalam bahasa Kaili Ledo disebut Ada. Pangisani dan Ada, adalah dua hal yang tidak bisa terlepaskan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebelum membahas lebih jauh tentang Pangisani, kita harus mengenal terlebih dahulu tentang Suku Kali.
SUKU KAILI
Suku Kaili adalah salah satu suku di Indonesia yang mendiami provinsi Sulawesi Tengah. Ada banyak versi cerita mengenai asal usul nama Kaili. Salah satunya adalah berasal dari nama pohon dan buah Kaili yang umumnya tumbuh subur di daerah ini, terutama di tepi sungai Palu dan teluk Palu. Menurut cerita daerah itu, di kampung Bangga ada sebuah pohon Kaili yang tumbuh menjulang tinggi yang banyak digunakan pelaut sebagai panduan dalam menentukan arah ke pelabuhan Banggai. Suku Kaili memiliki wilayah yang cukup luas, bahkan terbesar di Sulawesi Tengah. Dalam sejarah, suku ini dulunya adalah sekelompok orang yang turun dari dataran tinggi Sulawesi Tengah ke lembah-lembah sampai pesisir hingga membentuk komunitas yang besar. Jangkauan peradaban suku ini sangat luas, yang meliputi wilayah kabupaten Donggala, kabupaten Sigi, dan kota Palu, di seluruh daerah di lembah antara gunung Gawalise, gunung Nokilalaki, Kulawi, dan gunung Raranggonau. Mereka juga menghuni wilayah pantai timur Sulawesi Tengah, meliputi kabupaten Parigi-Moutong, kabupaten Tojo-Una Una, dan kabupaten Poso. Masyarakat suku Kaili mendiami kampung/desa di teluk Tomini, yaitu Tinombo, Moutong, Parigi, Sausu, Ampana, Tojo, dan Una Una. Sedangkan di kabupaten Poso, mereka mendiami daerah Mapane, Uekuli, dan pesisir pantai Poso.
Kepercayaan Suku Kaili
Suku Kaili merupakan salah satu suku tertua yang ada di Indonesia. Sebagaimana suku tertua, mayoritas masyarakat dalam suku ini menganut animisme yang percaya kepada benda-benda seperti batu, pohon besar, dsb.. Mereka juga percaya kepada dewa-dewa. Sebagian suku Kaili ada yang percaya kepada tuhan (Dewa) yang disebut Tomamuru (sang pencipta), Buriro (penyubur tanah), dan Tampilangi (penyembuhan). Namun, sejak agama Islam masuk dan tersebar di antara suku ini, perlahan mereka meninggalkan kepercayaan animisme dan beralih ke ajaran Islam. Salah satu orang yang berperan besar dalam mengajar dan menyebarkan ajaran Islam adalah keturunan raja Minangkabau, yaitu Abdul Raqi. Perkembangan Islam di suku Kaili sangat cepat sehingga dipastikan mayoritas suku Kaili menganut ajaran Islam.
Pada zaman dahulu, lapisan sosial masyarakat suku Kaili terbagi menjadi beberapa golongan. Di antaranya golongan raja dan turunannya (madika), golongan bangsawan (to guru nukapa), golongan orang kebanyakan (to dea), dan golongan budak (batua). Selain itu, mereka juga memandang tinggi golongan sosial berdasarkan keberanian (katamang galaia), keahlian (kavalia), kekayaan (kasugia), kedudukan (kadudua), dan usia (tetua). Di dalam masyarakat ini terdapat tiga pola pemukiman adat, yakni Ngapa (pola pemukiman mengelompok padat), Boya (pengelompokan komunitas kecil menyebar), dan Sampoa (tempat berlabuhan). Upacara-upacara adat merupakan kekhasan yang dimiliki suku Kaili. Mata pencaharian utama suku Kaili adalah bercocok tanam di sawah maupun di ladang. Sementara itu, bagi mereka yang tinggal di pesisir, mata pencarian mereka adalah nelayan dan berdagang.
Sumber : https://www.sabda.org/publikasi/40hari/2014/10
Dalam pergaulan antar suku bangsa di Sulawesi bagian tengah setiap nama suku bangsa dilengkapi dengan prefiks (imbuhan diawal kata dasar) to yang berarti "orang". Sehingga orang Kaili disebut Tokaili atau To Kaili. Sub suku yang lain juga adalah Palu (To-ri-Palu), Biromaru, Dolo, Sigi, Pakuli, Bangga, Baluase, Sibalaya, Sidondo, Lindu, Banggakoro, Tamungkolowi, Baku, Kulawi, Tawaeli (Payapi), Susu, Balinggi, Dolago, Petimpe, Raranggonau dan Parigi.
Selain itu ada pula di antara kelompok-kelompok mereka yang digolongkan orang luar sebagai masyarakat "terasing", karena jarang sekali berhubungan dengan dunia luar. Sementara itu di kalangan berbagai sub-suku bangsa tersebut terjadi lagi penggolongan menurut wilayah pemukiman dan hubungan kekerabatan.
Bahasa Suku Kaili
Bahasa Kaili termasuk golongan "bahasa tak" atau bahasa ingkar. Bahasa Kaili terbagi pula ke dalam beberapa dialek, di samping adanya bahasa-bahasa sub-suku bangsa tertentu yang dianggap asing bagi sub-suku bangsa yang lain. Dialek-dialek itu antara lain dialek Kaili, dialek Tomini, dialek Dampelas, dialek Balaesang, dialek Pipikoro, Bolano, Patapa, dan lain-lain.
Sumber : https://suku-dunia.blogspot.com/2014/09/sejarah-suku-kaili.html
Setelah kita mengenal Suku Kaili dan peradabannya, selanjutkan kita bahasa mengenai Pangisani pada masyarakat Suku Kaili.
Pangisani juga sangat erat hubungannya dengan Kepercayaan atau Keyakinan. Indonesia memiliki keragaman budaya yang termasuk di dalamnya adalah aliran kepercayaan. Hal ini berbeda dengan agama yang telah resmi diakui. Untuk mengenalnya lebih lanjut, simak macam-macam kepercayaan di Indonesia yang masih diikuti hingga kini.
1. Kejawen (Jawa)
Kejawen merupakan aliran kepercayaan yang berasal dari suku Jawa. Kepercayaan ini memiliki konsep bahwa penganut tetap percaya dan teguh pada leluhur agar berkah bagi diri sendiri dan keluarga lainnya. Namun, masyarakat tetap menganut agama yang diyakini.
2. Sunda Wiwitan
Sunda Wiwitan, salah satu aliran kepercayaan di Indonesia yang telah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Aliran kepercayaan ini dapat ditemui pada daerah Kanekes, Banten; Kampung Naga, Cirebon, dan Cigugur, Kuningan.
Konsep dari Sunda Wiwitan adalah pemujaan terhadap roh nenek moyang yang disakralkan. Selain itu, kepercayaan ini juga memiliki satu Tuhan yang disebut juga dengan Sang Hyang Kersa. Tradisi dalam kepercayaan ini juga dipengaruhi oleh unsur Hindu dan Islam.
3. Kaharingan
Kaharingan merupakan kepercayaan yang mulanya berkembang dari Kalimantan. Penganut kepercayaan ini sebagian besar berasal dari suku dayak yang telah ada sejak zaman dahulu.
Kaharingan diketahui memiliki kepercayaan terhadap adanya entitas yang sering disebut dengan Ranying. Sebutan tersebut sering disamakan dengan Tuhan. Secara tradisi, kepercayaan Kaharingan masih orisinil dan tidak dapat disamakan dengan agama lainnya.
4. Malim
Malim adalah kepercayaan di Indonesia yang juga menjadi agama asli dari tanah Batak. Pengikut kepercayaan ini dinamai dengan Parugamo Malim, atau bisa disingkat Parmalim.
Malim pada dasarnya memiliki kepercayaan bahwa Danau Toba dan Pulau Samosir adalah tempat yang suci. Selain itu, merkea juga memiliki Tuhan bernama Debata Mulajadi Na Bolon, atau yang Maha Awal dan Maha Besar.
Lalu apa hubungannya Pangisani dengan Keparcayaan ?
Pangisani sangat erat hubungannya dengan Kepercayaan atau Keyakinan. Pangisani dapat diartikan sebagai Pengetahuan (Bahasa Indonesia). Namun, pengertian Pangisani dalam pemahaman Suku Kaili adalah merupakan Ilmu yang luar biasa yang dimiliki oleh seseorang yang memiliki kemampuan lebih dari kelebihan yang dimiliki orang lain.
Pangisani dapat digolongkan sebagai Ilmu Kanuragan. Ilmu kanuragan lekat dengan kehidupan masyakakat di tanah Kaili, yang pada masa itu sangat terkenal di zaman Tomalanggai dan Tomanuru. Pada zaman dahulu ilmu-ilmu ini banyak digunakan untuk membela diri. Dalam budaya Kaili, ilmu kanuragan melibatkan pengembangan kekuatan batin dan fisik untuk mencapai tingkat keterampilan yang luar biasa. Ilmu kanuragan diwariskan melalui lisan dan praktik spiritual. Ilmu ini sering kali dikaitkan dengan energi gaib dan mantra-mantra (gane-gane) kuno. Tentunya penerapan Pangisani (gol. Ilmu Kanuragan) sangat erat kaitannya dengan kepercayaan atau keyakinan.
Secara tradisional ada beberapa ilmu kanuragan yang
terkenal di tanah Kaili pada
zaman dahulu yang terkenal ampuh.
1. Pangisani
Mpelali.
Cara kerja Pangisani Mpelali adalah menyerap atau mematikan kesaktian lawan
yang ingin menyerang atau berniat buruk. Sehingga langsung membuat lawan lumpuh
dan roboh.
2. Pangisani
Nakaba.
Pangisani Nakaba bukanlah ilmu untuk
menyerang lawan akan tetapi untuk menginginkan kehidupan yang kekal. Orang yang
memiliki ilmu ini diyakini tidak mudah dikalahkan. Luka dapat pulih seketika,
anggota badan yang terputus dapat menyatu sehingga mereka sulit untuk mati. Pangisani Nakaba
adalah ilmu yang dapat memulihkan daya tahan tubuh. Siapa saja yang mengamalkan
ilmu kanuragan ini maka akan memiliki kekebalan tingkat tinggi. Misalnya,
tergores pisau sampai terbacok atau hingga diledakkan pun tidak akan membuat
dirinya meninggal. Karena itu tingkat Pangisani Nakaba ini dinilai hampir
sangat sempurna. Konon cerita ajian ini berasal dari jin dan makhluk jahat
lainnya. Oleh sebab itu Pangisani Nakaba ini digolongkan sebagai ilmu hitam,
3. Pangisani
Nosigavu
Pangisani Nosigavu, adalah ilmu yang mampu melenyapkan diri sehingga tidak
terlihat oleh orang lain. Pangisani Nosigavu adalah jenis ilmu halimunan
(Jawa), sering digunakan untuk menyerang lawan, menghindar dari kejaran lawan.
4. Pangisani
Ntarabuka
Pangisani Ntarabuka adalah jenis ilmu yang sangat luar biasa. Ajian ini
bila disalurkan lewat suara maka bentakkannya akan membuat tuli yang
mendengarkan. Ketika ajian ini digunakan di tengah riuhnya peperangan, musuh langsung
melarikan diri dan menyerah. Sedangkan jika disalurkan lewat telapak tangan,
maka efeknya terasa seperti pukulan yang panas layaknya bara api.
5. Pangisani Sando Ntamosanga
Pangisani Sando Ntamosanga adalah ilmu kanuragan yang sangat luar biasa,
karena ilmu ini dipercaya mampu membunuh jin. Oleh karena itu, bagi seseorang
yang mempunyai ajian ini sangat ditakuti oleh bangsa makhluk halus. Konon ilmu
kanuragan ini banyak dipelajari oleh para pendekar untuk kedamaian. Sebab pada
zaman dahulu banyak para pendekar yang menggunakan ilmu hitam untuk membuat
kerusuhan. Selain itu ajian Pangisani Sando Ntamosanga ini bisa digunakan untuk
mengobati orang yang terkena pengaruh ilmu gaib, seperti guna-guna, sihir,
santet dan yang lainnya.
6. Pangisani Mpombali.
Pangisani Mbombali dikenal sebagai ilmu olah spiritual tingkat tinggi, yang
bisa dimiliki kali-laki maupun perempuan, bahkan anak-anak. Namun tidak sedikit
masyarakat yang mempunyai pemahaman bahwa ilmu Mpombali merupakan golongan ilmu aliran kiri dan
memiliki konotasi buruk. Penampakan mahluk jadi-jadian (mboa, kalomba dll)
diyakini dalam berbagai bentuk menyerupai semua benda ataupun hewan, termasuk
seperti nyala api yang berjalan mengambang pada malam hari. Namun uniknya
meskipun ilmu yang di gunakan leluhur itu masih ada sampai sekarang, tapi para
Pengguna yang mempunyai ilmu ini lebih memilih merahasiakan pada orang lain
bahkan anak istri atau suaminya.
7. Pangisani Nggaraka
Ilmu ini merupakan salah satu ajian ilmu kanuragan yang biasa digunakan
orang zaman dulu untuk melawan musuh saat berperang. Ilmu ini juga dipercaya sebagai ilmu
tingkat tinggi dalam ilmu kanuragan. Konon, orang yang memiliki ilmu kanuragan
ini mampu melayangkan pukulan yang sangat dahsyat. Bahkan saking luar biasanya,
ajian ini bisa menghancurkan besi atau baja. Oleh karena itu orang yang
memiliki ajaran Pangisani Nggaraka harus seseorang memiliki tingkat kesabaran
yang tinggi dan mampu mengontrol emosi jiwa.
8. Pangisani
Ntamalove.
Ajian ini adalah ilmu kanuragan yang sering digunakan oleh para Tomalanggai
atau para wali pada masa lalu. Adapun tujuannya adalah untuk menyebarkan agama /kepercayaan,
agar mudah berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Ilmu ini diyakini
mampu meringankan tubuh seseorang yang mengamalkannya, hingga berlari dengan
sangat cepat seperti angin bahkan di atas air sekalipun. Menurut para praktisi
spiritual ilmu kanuragan ini masih ada sampai saat ini. Hanya saja syarat untuk
mendapatkan Pangisani Ntamalove sangatlah sulit.
9. Pangisani Doti.
Pangisani Doti (Nedoti) bukanlah ilmu untuk menyerang lawan di medan pertempuran, akan tetapi untuk menginginkan mengakhiri kehidupan lawan atau orang lain dengan kekuatan mantra-mantra (gane-gane). Orang yang memiliki ilmu ini diyakini tidak mudah dikalahkan, sehingga mereka sulit untuk mati. Pangisani Doti adalah ilmu yang dapat melemahkan dan menghancurkan daya tahan tubuh. Siapa saja yang mengamalkan ilmu ini maka akan memiliki pantangan tingkat tinggi. Ilmu Doti banyak macamnya, ada hanya membuat orang lain menderita berkepanjangan dengan penyakit yang dirasakannya. Apa pula membuat orang lain menderita tiada ampun hingga mengakibatkan kematian. Ilmu Doti termasuk Ilmu Hitam dan masuk golongan Ilmu Sihir.
10. Pangisani Tamasi.
Pangisani Tamasi adalah ilmu yang sering digunakan untuk menangkal atau mencegah suatu tindakan atau perbuatan orang lain atas dirinya. Sejahat apapun orang dan sekejam apapun dirinya, bila bertemu dengan orang yang memiliki ilmu Tamasi, pasti kemarahannya akan sirna, berubah menjadi perasaan kasihan yang tak terhingga bila menjumpai seseorang yang punya ilmu Tamasi. Ilmu Tamasi biasanya diterima seseorang dari orang lain melalui proses ijab kabul (serah terima) dari seorang yang disebut Guru.
11. Dan masih banyak lainnya. Ilmu ini termasuk ilmu Sihir ? Wallahu A’lam bish Shawaab.
Pada zaman Tobaraka di kalangan suku Kaili, Pangisani lebih ditafsirkan sebagai ilmu spiritual yang dipelajari untuk melindungi diri dan biasanya dipelajari melalui tirakat yaitu di bawah bimbingan guru, sambil mengamalkan sejumlah tindakan tertentu.
Sejarah tarekat di Indonesia
dimulai bersamaan dengan masuknya ajaran agama Islam ke bumi Nusantara. Kala
itu, sebagian besar ulama yang datang ke Nusantara diyakini telah mengajarkan
agama Islam dengan kapasitas mereka sebagai guru-guru sufi. Adapun tarekat
diketahui kali pertama berkembang di Indonesia sekitar pada abad ke-16 Masehi.
Ada sekitar 45 tarekat yang berkembang di dunia. Sebagian besar tarekat masih ada hingga kini, tetapi ada juga beberapa yang telah punah. Adapun di Indonesia, tarekat dikelompokkan menjadi dua, yakni thariqah mu'tabarah (tarekat yang sah karena sanad muttashil atau memiliki silsilah yang terhubung hingga kepada Nabi Muhammad) dan thariqah ghairu mu'tabarah (tidak sah karena silsilahnya terputus).
Aliran-aliran tarekat yang berkembang di bumi Nusantara kala itu meliputi Tarekat Qadiriyyah, Tarekat Syatariyyah, Tarekat Naqsabandiyyah, Tarekat Khalwatiyah, Tarekat Samaniyah, hingga Tarekat Alawiyah.
Lahirnya tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah, dua tarekat yang disatukan oleh Syaikh Ahmad Khatib As-Sambasy dari berbagai pengaruh budaya yang mencoba memasuki relung hati bangsa Indonesia, kiranya Islam sebagai agama wahyu berhasil memberikan bentukan jati diri yang mendasar. Islam berhasil tetap eksis di tengah keberadaan dan dapat dijadikan symbol kesatuan. Berbagai agama lainnya hanya mendapatkan tempat disebagian kecil rakyat Indonesia. Keberadaan Islam di hati rakyat Indonesia dihantarkan dengan penuh kelembutan oleh para sufi melalui kelembagaan tarekatnya, yang diterima oleh rakyat sebagai ajaran baru yang sejalan dengan tuntutan nuraninya.
Bersambung ......
Ikat Kepala SIGA
Author: Moh Takdir Tembandjobu /Hadirnya jenis penutup kepala ini
tidak terlepas dari budaya Melayu yakni Sumatera, Padang, dan Malaysia. Meski
begitu masing-masing daerah memiliki ciri khas dan penamaan tersendiri.
Jadi ada pengaruh makanya kalau kita lihat sekarang orang-orang Melayu, Sumatera, Padang, Malaysia, dan sebagainya ada yang menggunakan penutup kepala yang lancip,"
Passapu mulai dikenakan pada masa
Kerajaan Gowa yang ke-10. Saat itu Kerajaan Gowa dipimpin oleh Raja I
Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tunipallangga Ulaweng.
Sumber : DISINI
LAHASA
Author: Moh Takdir Tembandjobu /LAHASA adalah Nama Kepala Kampung Ke-II Desa Kalukubula Kec. Sigi Biromaru